Webinar-3: Dosen IPB University Usulkan AI Dan Blockchain Untuk Perbaiki Sistem Logistik Pelabuhan
Webinar-3: Dosen IPB University Usulkan AI Dan Blockchain Untuk Perbaiki Sistem Logistik Pelabuhan
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) bersama Program Studi Ekonomi Kelautan Tropika, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University adakan Webinar dengan tema “Maritime Economics: Port Business Challenge, Bagaimana Pelabuhan Menghadapi COVID-19, Now, Recovery and Beyond”, (20/5). Webinar ketiga ini diselenggarakan melalui aplikasi zoom dan dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai daerah di Indonesia.
Hadir sebagai keynote speaker Prof Dr Ir Tridoyo Kusumastanto MS, dosen IPB University, Guru Besar Kebijakan Ekonomi Kelautan yang juga Ketua Majelis Wali Amanah (MWA) IPB University. Selain itu terdapat tiga pembicara utama ialah Ir Kemal Heryandri Dipl HE pelaku usaha bidang kepelabuhan, Ir Subagiyo MT, Direktur Kepelabuhan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementrian Perhubungan RI, serta Prof Dr Ir Yandra Arkeman MEng, dosen IPB University pakar artificial intelligence (AI) dan Blockchain.
Seperti diketahui COVID-19 berimbas luas terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk kepelabuhanan. Prof Tridoyo menyampaikan peran penting maritim economics. Pertumbuhan ekonomi global didukung oleh world seaport trip karena barang diangkut dari laut. Perubahan perdagangan yang terjadi akan berdampak pada ekonomi dunia.
“Wabah COVID 19 memiliki dampak besar pada kehidupan ekonomi dunia dan Indonesia yang menyebabkan sistem logistik sangat terpengaruh. Ada enam hal yang terdampak di pelabuhan yaitu penurunan jumlah ship call, pelabuhan extra restricted, port delay dan extra procedures, delay on hinteriand transport, meningkatnya permintaan penggunaan warehousing akibat tidak ada arus barang produksi serta menghadapi kekurangan tenaga kerja karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB),” ujarnya.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 21 tahun 2020 dan kebijakan pengendalian orang dan barang berdampak langsung pada aktivitas pelabuhan. Pembatasan pengoperasian pelabuhan diijinkan dengan ketentuan diantaranya dengan mengurangi kepadatan pemusatan petugas, penerapan physical distancing.
Menurut Ir Subagiyo pengangkutan penumpang menjadi yang paling parah terdampak. Selain itu COVID-19 juga berdampak pada menurunnya traffic peti kemas sampai 20 persen, traffic general cargo menurun 10-20 persen, serta penurunan jumlah penumpang sebesar 15-50 persen. Sesuai arahan presiden RI angkutan logistik tidak dibatasi, ini dilakukan terhadap angkutan barang penting dan esensial. “Solusinya adalah pengendalian operating expenditure, restrukturisasi hutang, serta akselerasi rencana kerjasama,” ujarnya.
Sementara itu Ir Kemal membandingkan dampak COVID-19 terhadap pelayaran dan kepelabuhanan di dunia dan Indonesia. Pada konteks dunia global trade turun 13-32 persen, sementara di Indonesia kinerja tranportasi laut turun 15-20 persen, GDP dunia turun 20-30 persen menurut bank dunia sementara GDP Indonesia turun 50 persen. Kegiatan pelabuhan dunia turun 5-20 persen, di Indonesia kegiatan transportasi gas dan oil turun 45 persen dan mineral turun 20 persen.
Ia menambahkan bahwa pandemi ini menjadi tantangan dan peluang bagi aktivitas kepelabuhanan. Ketidakpastian supply dan demand mengharuskan perencanaan lebih cerdas dan fleksibel. “Kita harus tinjau ulang pembangunan pelabuhan atau terminal baru, pelabuhan multipurpose lebih sustain. Otomatisasi pelabuhan bukan lagi opsi namun keharusan, prosedur sistem kepelabuhanan harus online dan harus lebih sederhana, selain itu logistik park yang berada di backup area pelabuhan menjadi penting,” ungkapnya.
Sementara itu, Prof Yandra memaparkan bahwa salah satu kelemahan sistem logistik kepelabuhan (logistik maritim) saat ini adalah ketidakmampuannya dalam menghitung permintaan (demand) dan pasokan (supply) secara akurat dan real-time. Hal ini menyebabkan inefisiensi dalam sistem transportasi dan distribusi.
“Sistem logistik yang ada sekarang juga tidak mampu mencatat transaksi secara jujur, otentik (asli) dan transparan sehingga risiko kebocoran dan pengoplosan (fraud and adulteration) di sepanjang rantai pasok cukup tinggi. Kedua faktor ini bisa menyebabkan kelangkaan dan bahkan krisis bahan-bahan pokok, terutama pada masa Pandemi COVID-19 sekarang ini,” ungkapnya.
Untuk itu menurutnya perlu dibuat sistem logistik maritim presisi tinggi dengan menggunakan Al dan blockchain yang bisa menjamin kecepatan, akurasi, presisi, real-time, keaslian dan tranparansi. Selain itu blockchain juga dapat mencegah pengoplosan produk (adulteration), menjamin keaslian dokumen dan mempermudah proses asuransi. Sistem ini juga akan bisa diandalkan untuk masa recovery dan new normal.
“Caranya adalah dengan membangun modul-modul cerdas yang dapat dicangkokkan ke sistem informasi logistik yang sudah ada. Dengan demikian kita tidak perlu memulai dari nol, sehingga waktu untuk implementasi sistem bisa menjadi lebih singkat,” tandasnya. (IR/Zul)
Sumber: Humas IPB