Webinar-2: Jasa Ekosistem Dan Valuasi Sumberdaya Kelautan

p_webinar_2

Webinar-2: Jasa Ekosistem Dan Valuasi Sumberdaya Kelautan

Jasa Ekosistem dan Valuasi Sumberdaya Kelautan: Estimasi Kerusakan Lingkungan dan Optimalisasi Nilai dalam Pemanfaatannya

Pembangunan di wilayah pesisir yang cukup cepat pada beberapa decade terakhir juga memberikan konsekuensi dan problematika tersendiri terhadap ekosistem dan sumberdaya. Sebagai ekosistem dengan produktifitas yang tinggi, ekosistem pesisir menjadi sangat beriko derhadap dampak dan tekanan yang ada. Meskipun demikian, isu dan problem wilayah pesisir yang ada belum masuk dalam pertimbangan pengelolaan dan kebijakan karena sifatnya yang tidak terukur. Di sisi lain, pembangunan wilayah pesisir hanya memperhitungkan manfaat-manfaat ekonomi dibandingkan biaya lingkungan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University mengadakan kembali Webinar ke 2 pada hari Selasa, 19 April 2020 yang bertujuan untuk mendiskusikan pemahaman dasar mengenai konsep jasa ekosistem dan penilaian sumberdaya, serta bagaimana teknik penilaian sumberdaya dan jasa ekosistem tersebut dilakukan melalui pembelajaran-pembelajaran yang sudah dilakukan.

Kegiatan yang mengambil tema “Jasa Ekosistem dan Valuasi Sumberdaya Kelautan: Estimasi Kerusakan Lingkungan dan Optimalisasi Nilai dalam Pemanfaatannya” menghadirkan Dr. Achmad Fahrudin, Wakil Kepala PKSPL IPB dan staff pengajar di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB dan Dr. Yudi Wahyudin, Peneliti di PKSPL IPB, sebagai narasumber, serta Dr. Fery Kurniawan, staff pengajar di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB, sebagai moderator diskusi.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Achmad Fahrudin menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi ekosistem perairan yang sangat tinggi dengan mega-biodiversitas terbesar di dunia, baik di ekosistem air tawar, peralihan, dan bahari. Potensi tersebut memberikan jasa ekosistem yang besar untuk manusia, sehingga sangat penting untuk diketahui seberapa besar jasa ekosistem dan nilai sumberdaya yang ada.

Penilaian ekonomi jasa ekosistem dapat dilakukan dengan enam tahapan utama, yaitu menentukan wilayah yang akan dievaluasi, mengidentifikasi tata guna lahan dan mendeliniasi luasan, mengidentifikasi fungsi dan jasa ekosistem, mengestimasi nilai biofisik ekosistem, mengestimasi nilai ekonomi jasa ekosistem, dan mengestimasi perubahan nilai ekonomi jasa ekosistem.

Dr. Achmad Fahrudin menambahkan bahwa di dalam estimasi nilai ekonomi jasa bisa berdasarkan pendekatan tipologi nilai ekonomi sumberdaya, yaitu nilai penggunaan langsung dan tidak langsung, dan pendekatan penilaian ekonomi, seperti harga pasar, nilai pengeluaran langsung, nilai pasar implisit, nilai pengeluaran implisit, pasar artifisial, dan non-willingness to pay (WTP). Meskipun demikian, aspek-aspek biofisik dan kualitas ekosistem menjadi input utama dalam penilaian karena akan mempengaruhi jasa yang diberikan, baik dari provisioning, regulating, cultural dan supporting, dan mengurangi bias dalam mengestimasi nilai ekonominya atau merupiahkannya. Selain itu, ini dapat digunakan untuk mengestimasi kerusakan lingkungan yang terjadi karena menyebabkan perubahan nilai jasa baik secara spasial maupun temporal.

Senada dengan konsep dan metodologi yang disampaikan oleh pembicara sebelumnya, Dr. Yudi Wahyudin menyampaikan pembelajaran-pembelajaran yang ada di Indonesia, salah satunya kejadian vessel grounded (kandasnya kapal atau menyentuh/tersentuh bagian bawah kapal ke dasar atau objek laut atau bawah air) di area ekosistem terumbu karang. Beliau menyampaikan bahwa vessel grounded pada terumbu karang di Indonesia sering terjadi karena banyak kapal dari penjuru dunia dan nasional menggunakan jalur laut yang ada sebagai jalur tranportasinya. Di tahun 2017 hingga 2019, terjadi lebih 20 kasus vassel grounded di Indonesia, tetapi hanya 12 kasul yang telah diselesaikan oleh Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Peneliti yang menekuni valuasi jasa ekosistem menyebut bahwa nilai rata-rata kerugian yang ditimbulkan adalah Rp. 0,36 juta per meter persegi per tahun dengan kisaran nilai kerugian Rp. 0,12–0 ,83 juta per meter persegi per tahun. Kisaran nilai tersebut dihitung berdasarkan empat klasifikasi jasa ekosistem terumbu karang dan masih lebih tinggi dari beberapa referensi karena perbedaan metode penghitungan, kualitas terumbu karang, jarak dari garis pantai terdekat, tahun, dan perbedaan lainnya sosial ekologis terumbu karang sistem. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, nilai hitung cepat dari hilangnya jasa ekosistem terumbu karang dapat diperkirakan dengan menggunakan model yang dirumuskan. Tetapi, nilai tersbut masih pada nilai minimum, dan bisa lebih tinggi dan tinggi ketika teknik dan pendekatan untuk mengukur jasa ekosistem lainnya dapat dikembangkan.

Kegiatan yang dibatasi untuk 100 orang partisipan tersebut dihadiri dari penjuru daerah di Indonesia dengan latar belakang keilmuan yang beragam. Pada kegiatan seri kedua tersebut, antusiasme peserta sangat tinggi. Hal ini terlihat dari proses diskusi yang terjadi hingga lebih dari 2 jam. Di akhir sesi, Dr. Ario Damar, sebagai kepala PKSPL IPB yang juga staff pengajar di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB, menyampaikan bahwa pengembangan metodologi penilaian jasa ekosistem dan valuasi sumberdaya kelautan masih sangat terbuka lebar. Kolaborasi lintas keilmuan harus sering dilakukan, terutama dari bidang ekologi dan ekonomi sumberdaya. Hal ini penting untuk memberikan masukan dalam penyempurnaan kebijakan yang ada melalu bukti-bukti ilmiah. (FRK)