PKSPL IPB: MENEPIS KERAGUAN BUDIDAYA LOBSTER

foro-qustan_2

PKSPL IPB: MENEPIS KERAGUAN BUDIDAYA LOBSTER

Lobster menjadi komoditas primadona Indonesia dan dunia, disamping gurih dihidangkan sebagai makan juga sangat gurih dijadikan bisnis. Sehingga negara yang memiliki sumber daya lobster menjadikannya sebagai komoditas startegis serta mengatur ketat pemanfaatan lobster untuk diperdagangkan. Indonesia memiliki 7 spesies lobster dari 19 spesies lobster yang tersebar di perairan dunia. Jenis lobster yang terdapat di Perairan Indonesia, yaitu: lobster pasir (P. homarus), Lobster batik (P.longipes), Lobster batu (P.penicillatus),Lobster Pakistan (P.polyphagus), Lobster Mutiara (P.ornatus), Lobster Bambu (P. versicolor), dan Lobster Batik (P. Femoristriga). Habitat hidup lobster adalah perairan karang (kawasan terumbu karang) yang berada di perairan dangkal hingga kedalaman 100 meter di bawah permukaan laut (Wahyudin R.A, 2018). Di Perairan Indonesia penyebaran hewan sexy dan mahal tersebut mulai dari Sabang Sampai Merauke antara lain (Wahyudin R.A, 2018):

  • Di Pulau Sumatera, lobster dilaporkan banyak ditemukan di perairan Simeuleu, Meulaboh, Pulau Nias, Pulau Mentawai, perairan Bengkulu dan Lampung.
  • Di Pulau Jawa, penyebarannya meliputi perairan Selat Sunda, Binuangeun, Palabuhanratu, Pangandaran, Cilacap, Kebumen, Gunung Kidul sampai ke Pacitan. Di perairan utara Jawa, hanya terdapat di perairan Pulau Madura. • Di Pulau Kalimanta, lobster hanya ditemukan di perairan Pemangkat, Kalimantan Barat.
  • Di Pulau Sulawesi, lobster menyebar mulai bari perairan perbatasan antara Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan sampai dengan Sinjai dan Bulukumba di Teluk Bone. Lobster juga terdapat di sekitar wilayah Wakatobi di bagian tenggara dan perairan Manado dan gugusan pulau-pulau kecil di utara Sulawesi Utara.
  • Di Bali dan Nusa Tenggara, lobster juga menyebar mulai dari perairan selatan Pulau Bali, selatan Pulau Lombok, utara dan selatan Pulau Flores, Pulau Timor dan Pulau Rote.
  • Di Maluku dan Papua, penyebaran juga meliputi perairan Maluku Utara, Morotai, Pulau Ambon, Seram, Kepulauan Kei, dan Maluku Barat Daya, Raja Ampat, Fak- Fak, Sarmi, dan Merauke

Potensi Lobster Indonesia

Potensi benih lobster alam di Perairan Laut Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, dimana diperkirakan mencapai 20 milyar ekor per tahun. Faktor alam yang mencakup dinamika oeanografi dan klimatologi sangat mempengaruhi keberadaan dan stok benih lobster alam di Perairan Laut Indonsia, dan juga di seluruh dunia. Disamping itu kualitas lingkungan perairan laut dan aktivitas penangkapan juga ikut andil memberikan pengaruh terhadap keberadaan stok benih lobster di alam. Namun hingga saat ini hampir belum ada informasi yang memadai terkait faktor mana yang paling menentukan keberadaan dan stok benih lobster di alam. Informasi yang dikumpulkan dari kawasan pantai selatan Provinsi Jawa Barat yang mencakup Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut memperlihatkan faktor musim yang mencakup dinamika oseanografi dan klimatologi lebih dominan dibandingkan dengan faktor penangkapan dan kualias perairan. Meskipun aktivitas penangkapan terus berlangsung, stok lobster cenderung dinamis mengikuti musim, bahkan beberapa waktu belakangan ini terjadi populasi lobster yang melimpah di alam.

KKP tahun 2015 menyebutkan bahwa lobster memiliki potensi lestari hanya sebesar 4.800 ton per tahun, sedangkan tingkat pemanfaatan telah mencapai 13.549 ton per tahun. Di beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) menunjukkan kegiatan penangkapan lobster sudah melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JBT). Dari 11 WPPNRI yang dimiliki Indonesia, 8 diantaranya (WPPNRI 572, WPPNRI 573, WPPNRI 711, WPPNRI 712, WPPNRI 715, WPPNRI 716, WPPNRI 717 dan WPPNRI 718) menunjukkan hasil tangkapan sudah melebihi jumlah tangkap yang diperbolehkan. Artinya kegiatan penangkapan lobster sudah mengalami overfishing (Wahyudin R.A, 2018). Disisi lain habitat hidup lobster di perairan yang berkarang juga terancam akibat kegiatan dekstruktif, seperti: kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan (menggunakan bom atau sianida), penambangan batu karang dan pasir, penurunan kualitas air akibat limbah domestik, sedimentasi serta bleaching akibat perubahan iklim (LIPI, 2018). Akibatnya kondisi terumbu karang di Indonesia yang masih sangat baik hanya tersisa 6,56 %, sedangkan terumbu karang dalam kondisi jelek sebesar 36,18 %, kondisi cukup 34,3 % dan kondisi baik hanya 22,96 %. Artinya lobster berada pada posisi tertekan akibat aktivitas penangkapan (ekploitasi) dan penurunan kualitas habitat hidup lobster.

Hingga saat ini aktivitas penangkapan lobster, baik ukuran konsumsi maupun ukuran benih, terus berlangsung dalam rangka memenuhi kebutuhan lobster nasional dan global, ditambah lagi dengan nilai ekonomi komoditas eksotik ini. Dalam aktivitas penangkapan tersebut, hampir semua ukuran lobster baik konsumsi dan benih (ukuran kecil (under size), juvenil, puelurus (baby lobster, BL) ditangkapi meskipun terdapat larangan untuk ukuran kurang dari 200 g per ekor. Di masyarakat sendiri lobster ukuran 75 gram per ekor atau lebih sudah masuk ukuran konsumsi, ukuran 15-60 gram per ekor juga ditangkapi (tertangkap), kemudian dijual dengan harga murah, sekitar Rp 60.000 per kg atau dikonsumsi sendiri bahkan dibuang karena dianggap tidak bernilai. Sementara itu, harga lobster ukuran pasar (> 100 g per ekor) sekitar Rp 200.000 sampai dengan Rp 900.000 ribu per kg bergantung kepada ukuran dan jenis lobster. Lobster ukuran pasar (marketable size) tersebut dijual ke kota-kota besar Indonesia atau diekspor, terutama ke Cina dan Singapura. Melihat hal tersebut perlu dilakukan langkah-langkah strategis guna mengembangkan sistem produksi budidaya lobster yang lebih kepada memanfaatkan serta meningkatkan nilai tambah dari lobster under size yang ada.

Peningkatan Nilai Tambah

Guna mencapai hal tersebut dibutuhkan model pengelolaan lobster dari hulu hingga hilir yang mencangkup beberapa langkah strategis, yaitu : pertama meningkatkan nilai tambah lobster under size (30-50 gram per ekor), kedua melakukan kegiatan riset yang berkelanjutan guna peningkatan survival rate atau tingkat kelangsungan hidup benih lobster ukuran 1 cm sampai 10 cm melalui kegiatan pendederan guna menghasilkan tokolan lobster ukuran 30-50 gram per ekor dan ketiga memperkuat kelembagaan masyarakat terkait pengelolaan lingkungan serta pengawasan terhadap kegiatan penyelundupan benih lobster pada tingkat pengumpul pertama. Peningkatan nilai tambah lobster under size pada kegiatan budidaya laut tentu lebih memberikan hasil maksimal terutama pada nilai jual, disamping itu juga mengembangkan perekonomian masyarakat pesisir, disamping memanfaatkan sumberdaya perikanan (lobster under size) yang bahkan bisa terbuang percuma.

Ditengah wabah pandemi covid-19 atau dikenal dengan virus corona yang saat ini melanda di seluruh dunia termasuk di Indonesia, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisisr dan Lautan (PKSPL) IPB University mencoba menepis keraguan budidaya lobster dengan mengajak dan menfasilitasi mahasiswa BDP FPIK IPB University (Reza Pahlawan Daulay) untuk melakukan kegiatan action research di Balai Sea Farming Semak Daun yang berada di Perairan Semak Daun Kelurahan Pulau Panggang Kab. Adm. Kepulauan Seribu. Lokasi Balai Sea Farming Semak Daun memenuhi syarat ideal tumbuh lobster (dinamika populasi biota perairan, yaitu suhu (23-32ºC), salinitas (30 – 36 ppm), cahaya, arus dan pasang surutnya).

Pengembangan budidaya yang dilakukan oleh PKSPL IPB University menggunakan konsep fisheries-based aquaculture, yaitu benih yang digunakan berasal dari hasil tangkapan dari alam. Benih yang digunakan merupakan benih lobster under size ukuran 30-50 gram per ekor. Aktivitas penelitian yang dilakukan oleh PKSPL IPB University terkait lobster ini sesuai dengan road map penelitian yang telah disusun yaitu dimulai dari lobster under size, kemudian juvenil, puelurus dan akhirnya phyllosoma dan bahkan bisa dari stadia telur untuk ditetaskan, sebelum akhirnya mampu membenihkan lobster di sistem hatchery (hatchery-based aquaculture). Konsep ini dikenal dengan istilah “from fisheries-based aquaculture to hatchery-based aquaculture”.

Gambar 1. Road Map Penelitian Losbter PKSPL IPB University

Jenis lobster yang digunakan pada aktivitas peneitian terkait kegiatan budidaya lobster yang dilakukan oleh PKSPL IPB University adalah lobster pasir (Panulirus homarus) berukuran antara 43,81-81,92 gram per ekor (under size) yang didatangkan dari daerah Garut Selatan dan Ujung Genteng sebanyak 225 ekor. Teknologi budidaya yang dilakukan merujuk pada teknologi yang digunakan oleh Vietnam yaitu menggunakan sistem submersible Cage (keramba tenggelam). Bentuk submersible Cage (SC) yang digunakan berbentuk kubus dengan ukuran per unit 1 X 1 X 1 m3 sebanyak 9 unit. Bahan SC yang digunakan terbuiat dari pipa PVC ukuran 1 inci. Pada imolementasinya SC ditenggelamkan sekitar 2 meter di bawah permukaan air laut dengan tujuan agar lobster yang dipelihara terhindar dari pengaruh air tawar yang ada. Jumlah lobster under size yang dipelihara pada setiap SC sebanyak 25 ekor. Kegiatan penelitian berlangsung mulai Tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan Tanggal 24 April 2020. Pemberian pakan dilakukan setiap sore hari sekitar pukul 16.30 wib atau pukul 17.00 wib. Hal tersebut dilakukan untuk menyesuaikan prilaku lobster yang memang aktif mencari makan pada malam hari (menjelang malam) karena lobster merupakan hewan nocturnal yang aktif di malam hari. Setiap hari lobster diberikan pakan berupa potongan ikan rucah segar dengan frekuensi 1 kali per hari sebanyak 200-300 gram/cage atau feeding rate sekitar 10-15% dari bobot badan lobster. Pembersihan sisa pakan dilakukan setiap minggu sekali. Pemeliharaan selama 40 hari terjadi 135 kali molting dimana SR bervariasi tiap submersible cage (SC), SR 100% sebanyak 2 SC, SR 96% sebanyak 2 SC, SR 92% sebanyak 3 SC dan SR 88% sebanyak 2 SC. Sedangkan rata-rata FCR sebesar 10,60. Sedangkan pertumbuhan bobot: 1). Untuk rata-rata berat 43,81 gram/ekor menjadi rata-rata 72,34 gram/ekor; 2). Untuk rata-rata berat 64,05 gram/ekor menjadi rata-rata 93,15 gram/ekor; 3). Untuk rata-rata berat 81,93 gram/ekor menjadi rata-rata 113,14 gram/ekor. Dari data penelitian yang dilakukan oleh PKSPL IPB tersebut menunjukkan bahwa lobster dapat dibudidayakan dengan dukungan IPTEK tepat guna serta pemilihan lokasi yang sesuai dengan kondisi syarat hidup dari lobster itu sendiri.

Gambar 2. Submersible cage yang digunakan dalam penelitian

Sudah banyak negara yang melakukan kegiatan riset terkait lobster termasuk Indonesia, baik untuk pembenihan secara buatan di hatchery maupun riset untuk meningkatkan SR (survival rate) baik pada fase produski tokolan lobster sampai fase pembesaran. Artinya tidak ada alasan bahwa riset terkait lobster belum memiliki dasar dan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga guna menunjang akses benih yang berkualitas serta transfer IPTEK terkait lobster ke masyarakat pemerintah wajib melakukan dan mendukung riset terkait lobster dengan membangun hatchery di daerah yang masih memiliki sumber daya lobster melimpah. Sebut saja pusat riset lobster Indonesia.

Dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh PKSPL IPB University ada beberapa rekomendasi yang dapat diberikan antara lain:

  1. Demi pengelolaan lobster secara berkelanjutan, efektif dan efisien yang perlu menjadi perhatian adalah kelestarian stok lobster dan kesejahteraan masyarakat
  2. Perlu dilakukan kegiatan kajian yang mendalam terkait keberadaan stok lobster nasional yang ada di alam dan pengelolaan penangkapan lobster
  3. Melakukan pengaturan yang ketat, adil dan berkelanjutan terkait kegiatan penangkapan lobster ukuran konsumsi dengan memperhatikan jenis lobster, ukuran dan bobot
  4. Kegiatan penangkapan lobster ukuran juvenile dan puerulus dibolehkan untuk kebutuhan usaha budidaya lobster di dalam negeri
  5. Untuk lobster yang sedang bertelur tidak diperbolehkan untuk ditangkap
  6. Pemerintah melalui KKP melakukan percepatan pengembangan sistem budidaya lobster yang meliputi kegiatan pembesaran, pendederan, dan pembenihan
  7. Dibutuhkan model pengembangan penelitian lobster yang berkelanjutan dengan menerapkan sistem sea farming yang nantinya menjadi rujukan percontohan pengembangan penelitian dan indsutri lobster yang terintegrasi mulai dari pemilihan lokasi, manajemen benih, manajemen pemberian pakan, manajemen kualitas air, manajemen kesehatan lobster, manajemen panen hingga kegiatan pengankutan lobster hidup dan pemasaran.