Merespon Realita Neraca Garam
Merespon Realita Neraca Garam
Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres 32 tahun 2022 tentang Neraca Komoditas. Neraca Komoditas adalah data dan informasi yang memuat situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku secara nasional, dimana di dalamnya termasuk komoditi ikan dan garam.
Dengan mempertimbangkan PP No 5 tahun 2021 tentang pergaraman serta pola produksi (supply) dan permintaan (demand) pada bagian jasa kelautan ini, PKSPL IPB University melihat perlu adanya mekanisme yang dapat menghubungkan antara produksi dominan (supply) garam rakyat dengan kebutuhan pasar, sehingga penting untuk membangun industri garam pada tingkat processing (middle level). Merespon hal tersebut PKSPL IPB University pada tanggal 23 Maret 2022 yang lalu menyelenggarakan diskusi dalam wadah Lapak Pesisir dan Lautan dengan tema Merespon Realita Neraca Garam.
Hadir dalam diskusi adalah Dr. Mohamad Zaki Mahasin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dr. Makhfud Efendy (Direktur SainsTek Pergaraman STP-Universitas Trunojoyo Madura) dan Bapak Awiyanto (Manager Pergaraman Sumenep II PT. Garam Persero). Diskusi tersebut dipandu oleh Dr. Yonvitner (Kepala PKSPL IPB University), sekaligus bertindak sebagai moderator.
Dr. Mohamad Zaki Mahasin dalam pemaparannya menyampaikan bahwa produksi garam nasional sangat tergantung oleh cuaca dan kondisi geografis, sehingga kondisi produksi garam nasional menjadi sangat tidak stabil dan perlu diambil langkah strategis seperti manajemen stok garam yang baik, sehingga dipastikan saat ini Indonesia masih kekurangan garam. Kebutuhan garam nasional berkisar antara 4.5 – 4.7 juta ton pertahun, sedangkan rata-rata produksi garam nasional hanya berkisar 1.5 – 2 juta ton pertahun.
Menguatkan penyataan Dr. Zaki, Awiyanto dari PT. Garam Persero menyampaikan bahwa tidak semua laut di Indonesia bisa memproduksi garam yang memenuhi standar kualitas baku. Ada tiga hal yang menjadi faktor penentu kualitas dan kuantitas garam yaitu iklim, kondisi tanah dan salinitas. Garam yang diproduksi oleh rakyat masih kalah bersaing, hal ini disebabkan teknologi yang digunakan sejak dulu belum berkembang secara cepat, masih belum ada efisiensi dalam hal tenaga kerja dan transportasi, sehingga jika disandingkan dengan garam impor, daya saingnya masih lemah terutama dari aspek harga.
Menyambung peryataan yang disampaikan oleh Pak Awiyanto, pembicara ketiga Dr. Makhfud menyampaikan bahwa petani garam kita masih kalah dari sisi teknologi, tidak banyak perubahan teknologi dari jaman dulu sampai saat ini dalam memproduksi garam, padahal perlu peningkatan teknologi pemenuhan garam untuk industri. Sehingga perlu ada sinergi dari pemerintah, industri, akademisi (universitas) dan masyarakat garam dalam memgembangkan teknologi untuk pemenuhan garam industri. Selain itu perlu juga melihat aspek lingkungan dalam pengembangan industri garam, terutama dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan dalam pembukaan area untuk produksi garam. Kemudian juga perlu memperhatikan aspek sosial budaya dalam pengembangan industri garam nasional.
Dari hasil diskusi ini dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi surplus garam konsumsi sebesar 1.000 ton/tahun dari 1.600 ton produksi sedangkan kebutuhan garam untuk konsumsi hanya sebesar 600 ton/tahun. Dengan peningkatan teknologi, maka kebutuhan garam industri dapat terpenuhi. Namun perlu dipetakan kebutuhan garam industri seperti apa yang dimaksud, sehingga jelas positioning industri garam nasional kita, mengingat jika kita bersaing dalam hal volume produksi maka akan kalah dengan industri garam negara lain seperti Australia, India dan Tiongkok, namun jika pilihan kita pada value maka perlu input teknologi yang kuat untuk mendukung hal tersebut.
Dr. Yonvitner dalam penutup diskusinya menyampaikan bahwa perlu sinergi kolaborasi antar Pusat-pusat riset garam yang berada di universitas di Indonesia untuk bersama-sama dengan pihak industri dan pemerintah, memetakan kebutuhan garam industri apa saja yang bisa kita kembangkan beserta dengan input teknologinya. Sehubungan dengan hal tersebut, saat ini sedang disusun Perpres Percepatan Pergaraman Nasional, sehingga diharapkan ada perubahan yang lebih baik terkait pergaraman nasional. -NAD-