MENYOAL EKSPOR BENIH LOBSTER

foro-qustan_2 (1)

MENYOAL EKSPOR BENIH LOBSTER

Permen-KP No.12/2020 seharusnya menjadi jalan tengah momentum kebangkitan industri budidaya lobster di dalam negeri, ditengah sekelumit permasalahan pengelolaan lobster nasional saat ini. Karena dalam Permen-KP No.12/2020 tersebut memperbolehkan kegiatan penangkapan benih lobster (baik itu benih bening lobster/lobster muda) untuk kebutuhan/keperluan kegiatan budidaya lobster. Namun alih-alih momentum kebangkitan industri budidaya lobster nasional, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) malah mengeluarkan rekomendasi dan izin kepada 9 perusahaan untuk mengekspor benih bening lobster.

Kebijakan tersebut menurut penulis kurang tepat, karena KKP lebih mengedepankan kepentingan eksportir benih lobster dibanding mengembangkan industri budidaya lobster nasional seperti yang telah dilakukan oleh Vietnam pada tahun 1970an (peningkatan nilai tambah, penguatan budidaya dan penguatan kelembagaan).

Impelemntasi Permen-KP No.12/2020 di bawah komando Men-KP Edhy Prabowo sudah seyogyanya mengedepankan serta berpihak pada pengembangan industri budidaya lobster nasional guna memaksimalkan potensi sumberdaya lobster yang dimiliki oleh Indonesia saat ini disamping mengejar ketertinggalan dari Vietnam yang mampu memproduksi lobster konsumsi per tahun sebanyak 1.600 ton.

Belum genap 1 bulan Permen-KP No.12/2020 terbit, 9 perusahaan telah berhasil mengantongi rekomendasi dan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melakukan ekspor benih lobster (benih bening lobster). Kesembilan perusahaan yang ditunjuk oleh KKP tersebut antara lain (Kompas, 27 Mei 2020): 1). PT. Samudra Bahari Sukses (Jakarta Pusat); 2). PT. Indotama Putra Wahana (Jakarta Timur); 3). PT. Natuna Prima Kultur (Jakarta Barat); 4). PT. Royal Samudera Nusantara (Tangsel); 5). PT. Tania Asia Marina (Kab. Pandeglang, Banten); 6). PT. Grahafoods Indo Pasifik (Kab. Berau, Kaltim); 7). CV. Setia Widara (Kab. Buleleng, Bali); 8). PT. Aquatic Sslautan Rejeki (Kab. Nias Selatan, Sumut); dan 9). PT. Bahtera Damai Internasional (Tangerang, Banten). Penunjukan 9 perusahaan tersebut bukan agenda prioritas KKP saat ini dan terkesan terburu-buru. Karena untuk melakukan kegiatan ekspor benih, setiap eksportir/perusahaan harus memenuhi beberapa persyaratan yang bisa dibilang tidak mudah untuk dipenuhi dalam waktu cepat, apalagi ditengah wabah pandemi covid-19 yang sedang melanda Indonesia saat ini.

Kebijakan Potong Kompas

Kebijakan KKP menunjuk dan memberikan rekomendasi serta izin kepada 9 perusahaan untuk mengekspor benih lobster, hemat penulis merupakan kebijakan potong kompas dan tidak fokus pada agenda kerja KKP itu sendiri. Pertama, untuk melakukan ekspor benih bening lobster syarat-syarat yang harus dipenuhi tidaklah mudah alias membutuhkan waktu (proses). Karena perusahaan harus berhasil melakukan kegiatan budidaya dengan ditandai panen berkelanjutan (minimal 2-3 kali panen). Artinya jika proses budidaya dari ukuran benih hingga panen (ukuran lebih 150 gram/ekor) butuh waktu sekitar 16-24 bulan. Jangan sampai aktivitas budidaya yang diperlihatkan oleh perusahaan yang ditunjuk hanya formalitas semata, yaitu haya menampung lobster hasil tangkapan yang ukurannya sudah lebih 150 gram/ekor.

Kedua, Pasal 3 Ayat 1 huruf a Permen-KP No.12/2020 menjelaskan bahwa kuota dan lokasi penangkapan benih lobster untuk kebutuhan budidaya harus sesuai dengan hasil kajian Komnas KAJISKAN. Artinya dalam 24 hari semenjak Permen-KP No.12/2020 di tetapkan, Komnas KAJISKAN sudah berhasil melakukan kajian terkait kuota dan lokasi bagi 9 perusahaan yang telah diberikan rekomendasi mengekspor benih lobster. Kajian yang dilakukan Komnas KAJISKAN diharapkan bukan kajian abal-abal, namun kajian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena mempertaruhkan nama baik tim Komnas KAJISKAN yang teridiri dari para ahli didalamnya. Selanjutnya terkait lokasi penangkapan benih lobster belum spesifik dijelaskan dalam Permen-KP No.12/2020, apakah dari KKP atau dari dari perusahaan yang mengajukan lokasi penangkapan benih lobster.

Ketiga, perusahaan sebelum mengekspor benih bening lobster disamping harus melakukan budidaya, juga harus melepasliarkan (restocking) lobster ke alam sebanyak 2% dari hasil panen lobster yang dibudidayakan (Pasal 3 Ayat 1 Huruf e). Artinya kegiatan pelepasliaran (restocking) lobster hasil panen merupakan lobster yang berhasil dibesarkan dari ukuran lobster muda (under size antara 30-40 gram/ekor) atau mulai dari benih bening lobster menjadi ukuran diatas 150 gram/ekor. Jadi butuh waktu minimal 2-3 siklus (16-24 bulan) untuk melakukan pelepasliaran sesuai yang dimaksud pada Pasal 3 Ayat 1 Huruf e Permen-KP No.12/2020.

Keempat, KKP tidak fokus pada prioritas agenda kerja terkait pengembangan industri budidaya lobster nasional. Adanya rekomendasi yang diberikan KKP kepada 9 perusahaan untuk mengekspor benih bening lobster, menunjukkan kinerja KKP tidak fokus pada agenda membangkitkan industri budidaya lobster nasional. Seperti diketahui sebelum Permen-KP No. 12/2020 terbit, Men-KP Edhy Prabowo beserta rombongan melakukan kunjungan kerja ke Institute for Marine and Antactic Studies (IMAS) di Australia pada Tanggal 27 Februari 2020 guna membahas kerjasama dalam hal pembudidayaan lobster (bukan membahas ekspor benih lobster). Artinya dengan terbitnya Permen-KP No.12/2020, seharusnya menjadi motor penggerak guna menindaklanjuti hasil kunjungan kerja ke Australia menjadi sebuah road map pengembangan budidaya lobster nasional, dan diimplementasikan. Sehingga tidak muncul opini bahwa kunjungan kerja ke Australia tersebut hanya pencitraan belaka.

Terakhir, Permen-KP No.12/2020 menurut penulis merupakan jalan tengah bukan jalan pintas yang coba ditawarkan oleh pemerintah terkait permasalahan pengelolaan lobster nasional. Dimana didalamnya memuat aspek keberlanjutan sumberdaya lobster serta aspek sosial dan manfaat ekonomi bagi masyarakat khususnya nelayan tangkap dan pembudidaya lobster. Namun jalan tengah tersebut dapat efektif serta mencapai titik kesimbangan jika diimplementasikan secara adil, jujur dan transparan.

Rekomendasi dan izin yang diberikan KKP kepada 9 perusahaan untuk mengekspor benih lobster pada dasarnya tidak masalah, namun hal tersebut bukan menjadi agenda prioritas utama KKP saat ini, malah cenderung potong kompas. Justru pengembangan industri budidaya lobster nasional dengan menerapkan IPTEK tepat guna merupakan agenda prioritas yang harus diutamakan. Sehingga KKP seharusnya meninjau kembali kebijakan tersebut dan kembali fokus pada pelaksanaan agenda prioritas yang seharusnya diutamakan dan diimplementasikan terkait Permen-KP No.12/2020, bukan malah terburu-buru potong kompas dengan memberikan rekomendasi dan izin mengekspor benih lobster kepada 9 perusahaan yang telah disebutkan di atas. (MQS)