Melindungi Nelayan
Melindungi Nelayan
Saat ini DPR RI sedang mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Mengapa RUU ini mendesak dibuat dan aspek-aspek apa yang mestinya diperhatikan dalam RUU ini? RUU ini penting karena nelayan memiliki peran yang sangat strategis dan pada saat yang sama memiliki sejumlah persoalan, baik yang bersifat struktural maupun alamiah.
Peran strategis nelayan adalah sebagai berikut. Pertama, peran dalam ketahanan pangan. Nelayan adalah penghasil ikan yang penting untuk gizi masyarakat. Ikan mengandung Omega 3 untuk kesehatan jantung, DHA untuk kecerdasan otak, ARA untuk pertumbuhan dan perkembangan, GLA untuk kesehatan kulit, serta EPA untuk kesehatan persendian (Sulaeman, 2014). Kini konsumsi ikan perkapita mencapai 35,14 kg/kapita/tahun dan masih terus ditingkatkan.
Kedua, peran dalam penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan Sensus Pertanian 2013, terdapat 927,25 ribu nelayan dan 1,28 juta pembudi daya ikan. Tentu dengan target Jokowi untuk meningkatkan produksi dua kali lipat, maka nelayan dan pembudi daya ikan akan berperan dalam pembukaan lapangan kerja baru. Sekaligus mereka dapat berperan dalam mengatasi pengangguran yang saat ini sudah mencapai 7,24 juta orang (BPS 2014).
Ketiga, peran keberlanjutan sumber daya. Nelayan memiliki cara sendiri bagaimana membuat laut tetap lestari. Banyak kearifan lokal yang secara turun-temurun dipraktikkan nelayan, seperti sejumlah praktik panglima laot di Aceh, awiq-awiq di Lombok, sasi di Maluku, dan masih banyak lagi. Mereka memiliki aturan lokal yang efektif untuk mengelola lautnya.
Keempat, peran geopolitik. Para nelayan terpanggil untuk menjaga laut karena mereka sehari-hari berada di laut dan menjadikan laut sebagai masa depannya. Bila di wilayah perbatasan ramai akan aktivitas nelayan kita, maka semakin kecil kesempatan bagi nelayan asing untuk memasuki wilayah kita (Satria, 2015). Nelayan selama ini juga merupakan informan yang efektif dalam pengawasan laut.
Kelima, peran dalam peningkatan devisa. Nelayan memiliki andil dalam mendongkrak ekspor produk perikanan kita yang terus meningkat dari sekitar 2,86 miliar dolar AS pada tahun 2010 menjadi 4,16 miliar dolar AS pada tahun 2014 (KKP, 2014).
Aspek perlindungan
Mestinya peran nelayan tersebut dihargai. Bentuk penghargaan atas jasa strategis tersebut adalah berupa perlindungan dan pemberdayaan baik untuk kehidupan maupun usaha nelayan. Perlindungan kehidupan nelayan bersifat generik dan sama untuk masyarakat marginal lainnya. Ada beberapa aspek penting dalam perlindungan kehidupan sebagai berikut.
Pertama, perlindungan atas pangan. Soal pangan bisa menjadi ancaman bagi nelayan yang tinggal di pulau kecil dan terisolasi. Kondisi cuaca yang tak menentu dan sering kali mengganggu pengangkutan pangan perlu diwaspadai. Di sinilah logistik pangan untuk pulau kecil harus terjamin.
Kedua, perlindungan lahan permukiman dalam bentuk sertifikasi tanah rumah nelayan. Sertifikasi tanah menjadi penting untuk memperkuat hak nelayan atas tanahnya dan juga untuk kepentingan penjaminan usaha.
Ketiga, perlindungan atas pendidikan dan kesehatan. Fasilitas pendidikan dan kesehatan yang terbatas dapat memengaruhi kualitas hidup nelayan.
Namun demikian, perlindungan umum tersebut harus diikuti dengan perlindungan usaha. Beberapa aspek penting usaha yang perlu dilindungi adalah sebagai berikut. Pertama, pekerjaan nelayan sangat berisiko karena itu memerlukan perlindungan keselamatan kerja. Nelayan mesti dilengkapi dengan sistem yang menunjang keselamatannya, seperti asuransi jiwa, teknologi komunikasi, perlengkapan keselamatan di perahu, serta cara berpikir baru tentang keselamatan kerja.
Kedua, perlindungan hak atas upah atau bagi hasil yang adil. Setiap unit produksi memiliki aturan yang khas, termasuk pola upah dan bagi hasil. Di sinilah tidak sedikit nelayan dalam posisi yang lemah di hadapan para pemilik kapal sehingga mendapatkan bagian yang kurang adil.
Ketiga, perlindungan harga ikan sangat penting bagi nelayan sebagai jaminan untuk mendapatan harga yang layak. Sering kali nelayan mendapatkan harga yang sangat rendah saat melimpahnya hasil tangkapan. Institusi penyangga harga ikan perlu disiapkan, dan ini bisa dikaitkan dalam kerangka sistem logistik ikan.
Keempat, perlindungan wilayah tangkap penting untuk mencegah kompetisi yang tak sehat. Bahkan, sering ditemukan konflik kelas yang melibatkan nelayan kecil dengan nelayan modern. Umumnya konflik ini terjadi karena ketidaktegasan pelaksanaan jalur-jalur penangkapan ikan. Tidak sedikit kapal besar masuk ke Jalur I tempat nelayan tradisional menangkap ikan. Begitu pula, sering kali nelayan masuk ke Jalur II karena sudah berlangsung turun-temurun. Di sinilah perlu diupayakan penentuan zona penangkapan tradisional, sebagaimana UNCLOS yang juga mengakui adanya traditional fishing right.
Kelima, sarana produksi nelayan berupa kapal dan alat tangkap perlu dilindungi dalam skema asuransi perikanan. Perlindungan ini semakin penting mengingat bencana alam semakin mengancam seiring dengan perubahan iklim yang terjadi. Jepang adalah negara yang sangat protektif terhadap nelayannya. Sistem asuransi perikanan Jepang sangatlah lengkap, tidak saja memberikan perlindungan atas risiko rusaknya sarana produksi tetapi juga sampai pada perlindungan terhadap risiko kerugian.
Kerangka perlindungan di atas mesti diikuti dengan kerangka pemberdayaan. Pemberdayaan menyentuh peningkatan akses nelayan terhadap kebijakan, teknologi, pasar, dan modal. Oleh karena itu, diharapkan RUU ini tidak saja mengatur bagaimana melindungi nelayan tetapi juga bagaimana memberdayakan nelayan. Semoga upaya melindungi nelayan ini dapat memperkuat posisi nelayan di negeri bahari ini.
Arif Satria Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Anggota Dewan Kelautan Indonesia
Sumber