Kisah Singkat Tentang Nusaulan, Kampung Di Ujung Barat Kaimana Papua Barat

papua barat

Kisah Singkat Tentang Nusaulan, Kampung Di Ujung Barat Kaimana Papua Barat

PKSPL-IPB, 21 Juni 2017 – Pada bulan Mei 2017, beberapa peneliti PKSPL-IPB berkesempatan melakukan kegiatan penelitian yang berkaitan dengan Pesisir dan Laut di Wilayah Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat. Salah satu kajian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah memetakan kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya yang terdapat di wilayah tersebut. Salah satu wilayah kajian dalam penelitian ini adalah Kampung Nusaulan.

Nusaulan merupakan sebuah kampung yang jauh di ujung barat Kabupaten Kaimana, tepatnya di pesisir barat Teluk Kaimana, daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Fakfak. Selain berbatas langsung dengan laut, kampung ini juga berbatas langsung dengan Cagar Alam Pegunungan Kumawa yang masih berupa belantara. Salah satu anggota tim peneliti PKSPL-IPB, Yoppie Christian mengatakan “Meskipun Kampung Nusaulan sangat jauh dari Kota Kaimana namun kondisi pemukiman penduduknya sudah sangat baik, bangunan perumahan masyarakat sudah banyak yang menggunakan semen (permanen dan semi permanen), jalan kampung sudah disemen, penerangan menggunakan tenaga diesel (generator), sumber air bersih berasal dari mata air dan sungai dan juga mayoritas penduduk di wilayah ini sudah berpendidikan SMA”.

Kampung Nusaulan memiliki luas wilayah ± 165 Km2 dengan jumlah penduduk sekitar 286 orang termasuk 63 Kepala Rumah Tangga. Mayoritas penduduk Nusaulan bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional dengan alat tangkap menggunakan jaring insang dan pancing rawai serta tonda. Di samping sebagai nelayan, masyarakat juga berprofesi sebagai petani (berkebun) dengan komoditas utamanya adalah pala dan kopra. Bunga pala (fuli) laku di pasar seharga Rp 105 ribu sedangkan biji dihargai Rp 35 ribu, kopra dihargai Rp 7 ribu per kilo. Meskipun secara sumber daya berlimpah baik laut dan pertanian, jarak masih menjadi kendala bagi masyarakat terkait dengan mahalnya biaya operasional pemasaran serta minimnya layanan pembinaan kelembagaan seperti manajemen panel surya sebagai (seharusnya) listrik berbiaya murah dari pemerintah daerah. (KMS).