Kick-off Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Gili Balu: Sinergi Lingkungan dan Wisata Berkelanjutan

mangrove_pototano_1

Kick-off Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Gili Balu: Sinergi Lingkungan dan Wisata Berkelanjutan

PKSPL-IPB, Gili Balu memiliki potensi wisata yang menarik dan ekosistem mangrove yang luas, dengan topografi pesisir pantai berbentuk teluk. Wisata yang ditawarkan mencakup wisata bahari seperti menyelam, snorkeling, dan berbagai aktivitas air lainnya, wisata pulau kecil, wisata olahraga, ekowisata, serta hiking di Puncak Kenawa yang terkenal. Selain itu, ekosistem mangrove di Gili Balu tersebar di enam dari delapan pulau, yaitu Gili Kambing, Belang, Paserang, Kalong, Namo, dan Kenawa.

Melihat potensi wisata dan ekosistem pesisir yang besar, termasuk mangrove, diperlukan integrasi antara wisata dan konservasi untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi, kesejahteraan masyarakat, dan pengelolaan lingkungan. Integrasi ini diwujudkan dalam program Transformasea yang berfokus pada pengembangan ekowisata berbasis ekosistem. Salah satu program Transformasea adalah kegiatan Rehabilitasi Ekosistem di Gili Balu, mencakup ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang.

Pada 1 Juni 2024, tim PKSPL IPB bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan PT Amman Mineral mendampingi kelompok masyarakat di Poto Tano dalam kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan vegetasi pantai – Implementasi Program Transformasea. Kegiatan ini bertujuan untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove yang rusak dan meningkatkan kualitas ekosistem di Gili Balu. Tahap awal rehabilitasi ditandai dengan pembentukan kelompok mangrove, pengenalan jenis mangrove dan vegetasi pantai, serta pembuatan bibit dan persemaian.

Kegiatan di hari pertama diawali dengan pertemuan antara stakeholder terkait, tim PKSPL IPB, dan masyarakat. Tim peneliti mangrove dari PKSPL IPB yang diwakili oleh Eko Adhiyanto, Alin Rahmah Yuliani, dan Kamsari, juga memberikan paparan mengenai jenis mangrove, pentingnya rehabilitasi, teknik rehabilitasi, serta berbagi pengalaman dari kegiatan rehabilitasi sebelumnya. Di akhir sesi kegiatan kelompok rehabilitasi mangrove pun terbentuk, kelompok terdiri dari 5 orang yakni Rudini, Muhammad, Widi Asih, dan Abdul.  Kelompok bersama tim peneliti PKSPL IPB pun menyusun rencana rehabilitasi yang akan dilakukan di Gili Balu.

Kegiatan pengenalan jenis mangrove kepada kelompok rehabilitasi mangrove di Pulau Belang
Hasil pengunduhan propagul oleh kelompok rehabilitasi mangrove Poto Tano

Setelah pengenalan mangrove dan cara perbanayakannya, keesokan harinya kelompok rehabilitasi mangrove melakukan persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan rehabilitasi. Kelompok dan tim PKSPL berangkat ke Pulau Kenawa untuk observasi awal lokasi rehabilitasi. Mereka menandai lokasi, mengukur luas area, dan melakukan praktik penanaman dengan teknik rehabilitasi korbon pancang. Kegiatan ini juga menarik minat wisatawan asing yang turut bergabung dalam penanaman mangrove.

Salah satu wisatawan asing yang turut bergabung dalam penanaman mangrove

Rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan pembuatan persemaian mangrove di Pulau Nyamuk. Persemaian ini meliputi pembangunan atap dan pagar dari bambu, pemasangan paranet, dan waring untuk pelindung dari sampah. Beberapa jenis mangrove yang sudah dibibitkan antara lain Ceriops tagal, Bruguiera gymnorrhiza, dan Rhizophora stylosa. Pembuatan bibit jenis lain akan dikembangkan sesuai dengan ketersediaan buah atau propagul di ekosistem mangrove Gili Balu.

Kegiatan pembuatan persemaian dan pembibitan di Pulau Nyamuk

Hari berikutnya, tim mempersiapkan pembuatan persemaian vegetasi pantai yang berlokasi di samping tempat berkumpul kelompok di Poto Tano. Beberapa jenis vegetasi pantai yang akan dikembangkan antara lain jati putih, kayu kuda, dan cemara laut.

Kegiatan pembuatan persemaian vegetasi pantai di samping rumah pa rudi (salah satu tim kelompok mangrove)

Kegiatan rehabilitasi mangrove di Gili Balu akan berlangsung selama dua tahun ke depan. Diharapkan kegiatan ini dapat memberikan berbagai manfaat, mulai dari pelestarian lingkungan, pengembangan wisata berkelanjutan, hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat. Integrasi wisata dan pelestarian lingkungan melalui rehabilitasi pesisir diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dan kualitas wisata. Rehabilitasi mangrove sebagai upaya menjaga kelestarian ekosistem dan meningkatkan potensi wisata di Gili Balu akan terus dilakukan, menjadikan Gili Balu tujuan wisata yang menarik dan berkelanjutan serta contoh pengelolaan kawasan konservasi yang baik. ~EA dan AR~.