PKSPL IPB Kolaborasi dalam Webinar Nasional: Strategi Penangkapan Ikan Berkelanjutan untuk Kemakmuran Nelayan

tani_dan_nelayan_1

PKSPL IPB Kolaborasi dalam Webinar Nasional: Strategi Penangkapan Ikan Berkelanjutan untuk Kemakmuran Nelayan

Bogor – Lahirnya kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) diharapkan dapat menjadi kontrol dari praktik penangkapan ikan yang tidak terkendali dan terancam overfishing. Namun begitu, implementasi kebijakan ini ditunda akibat munculnya beberapa kontroversi, seperti kesiapan infrastruktur pelabuhan, belum tersedianya sumber daya manusia yang memadai untuk melakukan pemantauan, dan masih dibutuhkannya verifikasi yang mendalam di lapangan, serta anggapan bahwa kebijakan Penangkapan Ikan Terukur dirasa sulit untuk diterapkan pada nelayan kecil karena sulit bersaing dengan industri perikanan skala besar.

Hal tersebut memantik Nelayan dan Tani Center-IPB University untuk menyelenggarakan #TNCTalks episode kedua, sebagai fasilitator dalam menyikapi dari sudut pandang kolaboratif dengan melibatkan akademisi, pemangku kepentingan, pembuat kebijakan, dan nelayan dalam memahami kebijakan perikanan serta kejelasan sasaran implementasi kebijakan Penangkapan Ikan Terukur. Webinar Series dengan tajuk “Penangkapan Ikan Terukur: Menyelami Opini untuk Kesejahteraan Nelayan” dilakukan secara daring dengan menghadirkan Narasumber dan Penanggap yang ahli dibidangnya (02/04).

Kepala Unit Tani dan Nelayan Center (TNC) IPB University, Prof. Hermanu Triwidodo dalam pembukaannya menyampaikan terkait urgensi pembahasan penangkapan ikan terukur dari sudut pandang pembuat kebijakan dan akademisi, serta menggali pandangan dan harapan nelayan terhadap kebijakan PIT. Webinar Series ini di buka oleh Rektor IPB University, Prof. Arif Satria dan di moderatori oleh Wakil Kepala Unit Tani dan Nelayan Center, IPB University, Dr. Roza Yusfiandayani.

Katimja Tata Kelola Perizinan atau Penyelenggara Perizinan, PDK-DJPT, KKP, Wawi Suroso menyampaikan bahwa kebijakan terkait Penangkapan Ikan Terukur dibuat untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut, meningkatkan mutu dan daya saing produk perikanan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hingga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkualitas.

“Hal ini merupakan transformasi tata kelola perikanan nasional. Ekologi sebagai panglima. Saat ini fokus dari KKP membuat ocean big data” beber Wawi.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University Prof. Tri Wiji Nurani menyebut kalau kebijakan PIT sudah sesuai dengan prinsip pengelolaan perikanan berkelanjutan.

“Pelaksanaan kebijakan ini dapat mendukung kesinambungan usaha perikanan nasional dengan terjaganya ekosistem sumber daya ikan,” ungkap Prof. Tri Wiji.

Lebih jauh, dia menyebut bahwa kunci keberhasilan PIT bisa bergantung pada beberapa instrumen yang menjadi syarat mutlak. Di antaranya adalah penetapan zona yang disusun sebagai satu kesatuan pengembangan ekonomi dan ekologi dan pemerataan kawasan.

Prof. Tri Wiji juga menyampaikan, para pelaku usaha seharusnya bisa menangkap semangat untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha melalui kebijakan PIT. Capaian itu diyakini akan mewujudkan keberlanjutan sumber daya ikan dan dapat menjaga sampai masa yang akan datang. Sehingga diperlukan dukungan dan peran serta pemangku kepentingan untuk keberhasilan pembangunan perikanan tangkap yang berkelanjutan.

Hal berbeda disampaikan oleh Anggota Komisi IV DPR-RI Ono Surono, bahwa KKP selalu tidak siap dengan setiap kebijakan yang dilahirkan sehingga menimbulkan polemik dimasyarakat sebelum penerapannya. Ono menyebut bahwa organisasi Lingkungan Hidup seperti WALHI juga tidak setuju dengan penerapan PIT, begitu juga beberapa penolakan dari berbagai organisasi masyarakat nelayan.

“Sebenarnya PIT ini sudah diketahui oleh masyarakat bahwa bukan untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan, namun tujuannya untuk meningkatkan PNBP. Kan, kita semua tahu diawal Menteri dilantik bicaranya seperti apa? Bicaranya terkait dengan PNBP yang sangat kecil, dibawah 1 triliun rupiah”, beber Ono.

Disampaikan juga oleh Ono bahwa sejumlah nelayan dan para pemilik kapal tidak memahami secara detail mengenai aturan PIT berbasis zona dan kuota. Di samping itu, belum semua pelabuhan perikanan menyediakan gerai layanan perikanan tangkap yang berfungsi untuk memfasilitasi nelayan, pelaku usaha perikanan dalam proses migrasi perizinan dan sebagai tempat pengaduan atau tanya jawab terkait kebijakan penangkapan ikan terukur.

“Tentunya pemerintah dalam hal ini KKP harus menjadikan nelayan dan pelaku usaha itu sebagai sentral, termasuk dalam menyusun perundang-undangan, selami mereka, dalami mereka dan cari tahu apa kesulitan dan kesukaan mereka” tegas Ono.

Persepsi masyarakat menggambarkan keraguan terhadap kebijakan PIT karena dipandang menimbulkan kerugian bagi nelayan kecil dan tradisional. Sementara itu, infrastruktur, kesiapan sumber daya manusia, dan pemahaman terkait pelaksanaan PIT dinilai minim. Salah satu nelayan dari Desa Lampulo, Aceh menyampaikan bahwa selama ini diskusi terkait kebijakan perikanan selalu dari atas ke bawah.

“Bagaimana nelayan dan ABK dapat mencapai kesejahteraan jika mereka masih bergelut dalam kemiskinan”, papar Zulfitrah.

Hal senada juga disampaikan oleh Danu Waluyo Paspuyudo, Nelayan Cilincing, DKI Jakarta, keadaan nelayan kecil di Jakarta semakin parah karena adanya limbah industri yang mengakibatkan penangkapan ikan menjadi sedikit. Nelayan Tehoru, Maluku, La Tohia juga menyampaikan hal yang serupa bahwa sumberdaya perikanan memang perlu dikelola dengan baik melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, namun pertanyaannya adalah, apakah kebijakan itu benar-benar ditujukan untuk masyarakat kecil?.

“Tolonglah bantu kita untuk nelayan kecil, tolonglah perjuangkan juga untuk BBM bersubsudi, mana realisasinya, kami nelayan kecil di Maluku susah menadapatkan akses kesana.!” tegas La Tohia.

Webinar ini menekankan pentingnya perspektif bersama antara pembuat kebijakan, akademisi, dan nelayan untuk mencapai tujuan pembangunan kelautan perikanan yang berkelanjutan, sejalan dengan tujuan agenda Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan 14: Kehidupan di Bawah Air. Tujuan ini menekankan pada konservasi serta pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pembangunan berkelanjutan, yang mencakup:

  1. Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di sektor kelautan dan perikanan.
  2. Meningkatkan kesejahteraan semua pelaku usaha di sektor ini.
  3. Pengelolaan sumber daya ikan yang berkelanjutan.
  4. Peningkatan kawasan konservasi perairan.
  5. Dukungan dan perlindungan nelayan kecil.

Dimana pada dasarnya kebijkan PIT bertujuan untuk mengendalikan praktik penangkapan ikan dan mencegah overfishing, serta memastikan bahwa sumber daya perikanan dapat dimanfaatkan baik oleh generasi sekarang maupun masa depan.